Lompat ke isi utama

Berita

Rapat Koordinasi Nasional Sentra Penegakan Hukum Terpadu

Kepahiang- Bawaslu Kabupaten Kepahiang ikuti Pembukaan Rakornas Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) via Daring (zoom) disekretariat Bawaslu Kabupaten Kepahiang yang di ikuti oleh Anggota Bawaslu Kabupaten Firmansyah selaku Koordinator Divisi Hukum Penindakan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, yang didampingi oleh 1 (satu) orang staf Antha Rhamadan, (21/09/2022) Rakornas Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) ini dilaksanak selam 3 (tiga) hari senin- Rabu/19-21 September 2022 dan dihadiri oleh empat Anggota Bawaslu Puadi, Herwyn JH Malonda, Totok Hariyono, dan Lolly Suhenty dan Hadir pula Koordinator divisi penanganan pelanggaran dari 34 Bawaslu Provinsi, pejabat Mabes Polri beserta Direktur Kriminal Umum dari 34 Polda di Indonesia, pejabat kejaksaan agung serta kejaksaan tinggi dari seluruh provinsi dan (seluruh Bawaslu Kabupaten/Kota Se-indonesia via daring (zoom)). Kegiatan yang dibuka oleh Dr La Bayoni, S.IP., M.Si (Deputi Bidang Dukungan Teknis Bawaslu RI), beliau menyampaikan bahwa Koordinasi menjadi kunci utama dalam sentra Gakkumdu, mengingat terdapat 361 putusan pada pemilu tahun 2019. Bawaslu telah berkoordinasi dengan Kapolri Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Mengacu pada peraturan KPU no 3 tahun 2022 tentang tahapan dan Jadwal Peyelenggaran Pemilu tahun 2024 telah dimulai sejak Juni 2022 oleh karenanya pada kesempatan ini diperlukan Penegakan Hukum terpadu dalam meghadirkan keadilan hukum di Republik Indonesia. Ucap La Bayoni Komjen. Pol. Drs. Agus Andrianto, S.H., M.H (Kabareskrim Kepolisian RI) menambahkan Forum ini merupakan langkah yang tepat dan positif sebagai sarana untuk menunjukkan semangat bersama dalam rangka mewujudkan pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024 secara demokratis, jujur, adil, aman, lancar dan tanpa gangguan sesuai dengan Pesan Presiden RI agar pelaksanaan pemilu dan pilkada tahun 2024 tidak ada lagi politik identitas, politik agama dan polarisasi sosial. Diharapkan kita semua mampu berkaca dengan permasalahan pemilu yang lalu dan mampu mengatasi segala permasalahan pada pemilu mendatang. Ucap Agus Andrianto Dr. Fadil Zumhana., S.H., M.H. (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum), menyampaikan bahwa Pelaksaan Pemilihan Umum harus menegakkan hukum dalam menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan terhadap pelaksanaan pemilu. UU no 17 tentang Pemilu tidak memberikan definisi tindak pidana pemilu tetapi hanya mengatur tentang ketentuan pidana terhadap perbuatan-perbuatan tindak pidana pemilu. Rumusan, difinisi terdapat dalam pasal 1 angka 2 peraturan Mahkamah Agung. Ucap Fadil Zumhana Rahmat Bagja, SH. LL.M Ketua Bawaslu RI, menyampaikan kegiatan ini untuk mewujudkan pola penanganan tindak pidana pemilu pada pemilu 2024, tugas penanganan yang diemban sentra gakkumdu bukanlah perkara yang mudah mengingat terbatasnya waktu dalam penanganan tindak pidana pemilu. Diharapkan sentra gakkumdu bisa dijalankan dengan baik oleh Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan terlebih pada tahun 2024 selain pemilu, juga akan dilanjutkan dengan pemilihan kepala daerah. Semoga dalam beberapa bulan ke depan kita dapat menemukan formula untuk meredam, meminimalisir bahkan menghilangkan seperti ujaran kebencian, politisasi sara, politik identitas, black campaign, hoaks dan hal negative. Ucap Rahmat Bagja Dalam Rakornas Sentra Gakkumdu hari kedua diadakan diskusi atas berbagai kendala yang pernah terjadi, dan mungkin akan menjadi permasalahan dalam proses penanganannya kelak. Titi Angraini selaku moderator menyampaikan beberapa hasil penindakan pelanggaran pidana pemilu pada pemilu sebelumnya. "Pada Pemilu 2019 paling banyak adalah politik uang yaitu ada 69 orang yang menjadi terpidana. Lalu yang memberikan suara lebih satu orang itu ada 65 orang dan penggelembungan suara ada 63 orang. Saat ini banyak kajian, bahkan beberapa universitas membuka program hukum kepemiluan untuk program pascasarjana. Hal ini menjadi bukti akan banyak perbaikan hukum dalam kepemiluan termasuk pidana pemilu, Ucap Titi Angraini Irfan Fachruddin Hakim Agung dari Mahkamah Agung, mengungkapkan adanya masalah sosiologis dalam hal maraknya pelanggaran berupa politik uang. "Ada aturannya, tetapi tetap dilanggar itu bagaimana? Ini (masalah) sosiologis. Untuk itu perlu lebih banyak lagi penegakan hukumnya. Dia menyatakan adanya yudisial kontrol dalam pemilu itu dikenal yang dalam proses hukum pidana terdapat dua fungsi. Pertama, ungkap dia, fungsi penghukuman membuat efek jera. "Fungsi keduanya adalah fungsi korektif yang hanya berlaku untuk tindak pidana. "Mana yang harus dilaksanakan ketika ada peraturan yang tak sejalan. Ini kita kembali kepada teori-teori penemuan hukum. Jadi penemuan hukum itu hanya hakim saja. Penemuan hukum bisa dari kepolisian, kejaksaan dan berlanjut di pengadilan. Kita tahu banyak aturan yang tak sinkron sehingga memusingkan penyelidik, penyidik, penuntut, serta hakim-hakim pidana. Ucap Irfan Fachruddin Hasyim Asy'ari Sedangkan Ketua KPU RI, menyatakan Sentra Gakkumdu hadir demi memberikan kepastian hukum dalam penanganan pelanggaran pidana pemilu, sehingga tak ada kekosongan hukum. Dirinya merasa perlunya penafsiran hukum secara komperhensif dalam memberikan keadilan. "Hukum itu tampak di depan mata adalah teks. Begitu kita membaca teks maka akan melakukan penafsiran karena dibuat oleh pembentuk undang-undang. Karena itu tafsir hukum menjadi instrumen penting seperti penafsiran kontekstual, penafsiran resmi yang menekankan rumusan saat pembentukan UU. Ketiga ada penafsiran sistematis yang memaknai teks dalam konteks sistem yang berlaku terhadap sebuah aturan. Misalnya KPU pernah merumuskan larangan pencalonan bagi mantan narapidana koruptor itu berdasarkan aspek sosiologis, yuridis, dan filosofis. Ucap Hasyim Asy'ari penulis : hajulianto
Tag
Berita